Font Re-Size
Perkataan Kong Zi yang kelihatan sederhana itu sebenarnya mempunyai makna yang teramat dalam. Disadari atau tidak, kita juga sering mempunyai sikap seperti si penulis.
Menggebu-gebu kalau punya keinginan, namun semangat untuk mewujudkannya kurang dan bahkan terus merosot. Bercita-cita setinggi langit, namun tidak ada rencana, tindakan dan kerja nyata untuk sungguh-sungguh mewujudkannya, akhirnya semua akan berakhir dalam bentuk wacana.
“Ingatlah muridku, seandainya kamu melangkah, betapapun jauhnya jarak semula, meski sedikit pasti akan berkurang jaraknya. Namun kalau kamu hanya berdiam diri saja di tempatmu, jarak itu tidak akan terkurangi. Seorang yang ingin mendaki gunung sampai ke puncaknya, namun merasa berat dan hanya bicara, puncak yang dilihatnya tinggi itu tetap tidak akan berubah ketinggiannya. Jika orang itu mau bekerja, mau melangkah, meskipun cuma setindak, maka ketinggian puncak gunung itu pun akan terkurangi, meski juga cuma setindak. Demikian pula dengan keinginan dan cita-cita, Ia tetap tak berarti, tanpa upaya mewujudkannya.”
“Murid paham apa yang Guru katakan. Namun, terkadang hati ini menjadi tak yakin untuk mencapai suatu angan atau cita. Apa yang sebaiknya murid lakukan bila merasa seperti itu? Mohon Guru dapat memberikan petunjuk”, pinta Sang Murid kepada gurunya yang baru saja membacakan sepenggal episode kehidupan Sheng Ren Kong Zi.
“Ada dua langkah yang perlu kau lakukan, Muridku. Yang pertama, berpikirlah realistik. Seorang Junzi (beriman, terpelajar, berbudi luhur) tidak berangan-angan kosong. Cita-cita memang boleh setinggi langit, namun akal sehat juga wajib digunakan. Seorang yang buntung kakinya dan ingin menjadi pelari nomor satu, jelas Ia berangan kosong.”
“Namun kalau kemudian Ia berjuang dan berpikir keras menggunakan kecerdasannya untuk bisa menciptakan kendaraan paling cepat, itu artinya Ia tidak menyerah dan mau berusaha keras untuk mewujudkan cita-citanya. Di sini cita-cita semula menjadi pelari tercepat memang telah bergeser menjadi pencipta kendaraan tercepat. Meski telah bergeser, maknanya tetap sama, yaitu menjadi yang tercepat. Kalau ini bisa dilakukan, artinya dia melakukan hal yang kedua, yaitu bekerja keras tanpa mengenal arti kata menyerah.”
Mendengar penjelasan gurunya, Sang Murid berkata, “Guru, kalau murid boleh simpulkan, dalam mengejar cita-cita kita harus berpegang pada dua hal, yaitu: realistis dan pantang menyerah. Artinya kita harus berani mengoreksi atau meredefinisi cita-cita kita, seandainya dirasakan tidak realistis. Di sisi lain kita harus tetap gigih pantang menyerah berjuang sungguh-sungguh. Apakah benar demikian Guru?”
“Tepat muridku. Pikirkan baik-baik kelayakan sebuah cita-cita. Kemudian berjuanglah sekuat tenaga untuk mewujudkannya dengan cara yang benar, cara yang terpuji, cara yang terhormat. Yakinkan diri sendiri bahwa kamu bisa, kemudian berusaha dan bekerjalah sekuat tenaga untuk mewujudkannya. Dalam prosesnya, hal itu bisa dilakukan sendiri atau dengan bantuan dan dorongan orang lain.”
“Bagaimana dengan peranan doa, Guru?”, tanya Sang Murid.
“Inti dari doa sebenarnya ada dua. Yang pertama adalah komitmen diri tentang sesuatu, yang disampaikan atau diprasetiakan ke Hadirat Tuhan. Kedua doa sesungguhnya merupakan bentuk permohonan untuk memperoleh spirit, semangat atau bantuan spiritual dari Sang Maha Pencipta.” “Murid belum memahaminya Guru.’
“Doa adalah komitmen. Ketika kita berdoa, sesungguhnya kita sedang berjanji kepada Tuhan untuk bekerja keras mewujudkan apa yang kita sampaikan dalam doa. Bila kita berdoa agar anak kita menjadi pintar dan sukses, sesungguhnya kita sedang berjanji kepada Tuhan untuk bekerja keras mendidik anak kita, sekuat tenaga. Agar ia menjadi anak yang pintar dan sukses. Itu maksudnya. Bukan kita lantas berdiam saja, pasrah tanpa usaha dan meminta Tuhan untuk menurunkan keajaiban dan mukjizat-Nya agar anak kita menjadi pintar tanpa harus berusaha sama sekali.”
“Kedua, karena doa disampaikan kepada Sang Maha Pencipta atau Sang Maha Kuasa, pemegang otoritas tertinggi di jagat raya, maka secara spiritual kita juga memohon diberi spirit, semangat atau energi agar mampu berjuang keras mewujudkan apa yang kita inginkan.”
“Terima kasih, Guru. Terima kasih..
Please write a comment after you read this article. Thx..!!
Oleh Budi S
Bunga Tang Di banyak dikagumi orang karena keindahan, keharuman dan sekaligus keunikannya. Bentuknya mirip bunga Melati, berwarna putih, sejenis dengan pohon Plum atau Cherry. Bunga ini ada di negeri waris Raja Suci, Nabi Purba Tang Yao. Bunga Tang Di sangat unik, selalu bergoyang-goyang meskipun tidak ada angin.
Suatu ketika Sheng Ren Kong Zi membaca sebuah tulisan, “Betapa elok dan indahnya bunga Tang Di. Selalu bergoyang-goyang menarik. Bukan aku tidak mengenangmu, hanya tempatmu terlampau jauh”. Membaca tulisan ini Kong Zi berkata-kata pada murid-muridnya, “Sesungguhnya si penulis tidak bersungguh-sungguh. Kalau ia benar-benar memikirkannya, apa artinya jauh?”
Perkataan Kong Zi yang kelihatan sederhana itu sebenarnya mempunyai makna yang teramat dalam. Disadari atau tidak, kita juga sering mempunyai sikap seperti si penulis.
Menggebu-gebu kalau punya keinginan, namun semangat untuk mewujudkannya kurang dan bahkan terus merosot. Bercita-cita setinggi langit, namun tidak ada rencana, tindakan dan kerja nyata untuk sungguh-sungguh mewujudkannya, akhirnya semua akan berakhir dalam bentuk wacana.
“Ingatlah muridku, seandainya kamu melangkah, betapapun jauhnya jarak semula, meski sedikit pasti akan berkurang jaraknya. Namun kalau kamu hanya berdiam diri saja di tempatmu, jarak itu tidak akan terkurangi. Seorang yang ingin mendaki gunung sampai ke puncaknya, namun merasa berat dan hanya bicara, puncak yang dilihatnya tinggi itu tetap tidak akan berubah ketinggiannya. Jika orang itu mau bekerja, mau melangkah, meskipun cuma setindak, maka ketinggian puncak gunung itu pun akan terkurangi, meski juga cuma setindak. Demikian pula dengan keinginan dan cita-cita, Ia tetap tak berarti, tanpa upaya mewujudkannya.”
“Murid paham apa yang Guru katakan. Namun, terkadang hati ini menjadi tak yakin untuk mencapai suatu angan atau cita. Apa yang sebaiknya murid lakukan bila merasa seperti itu? Mohon Guru dapat memberikan petunjuk”, pinta Sang Murid kepada gurunya yang baru saja membacakan sepenggal episode kehidupan Sheng Ren Kong Zi.
“Ada dua langkah yang perlu kau lakukan, Muridku. Yang pertama, berpikirlah realistik. Seorang Junzi (beriman, terpelajar, berbudi luhur) tidak berangan-angan kosong. Cita-cita memang boleh setinggi langit, namun akal sehat juga wajib digunakan. Seorang yang buntung kakinya dan ingin menjadi pelari nomor satu, jelas Ia berangan kosong.”
“Namun kalau kemudian Ia berjuang dan berpikir keras menggunakan kecerdasannya untuk bisa menciptakan kendaraan paling cepat, itu artinya Ia tidak menyerah dan mau berusaha keras untuk mewujudkan cita-citanya. Di sini cita-cita semula menjadi pelari tercepat memang telah bergeser menjadi pencipta kendaraan tercepat. Meski telah bergeser, maknanya tetap sama, yaitu menjadi yang tercepat. Kalau ini bisa dilakukan, artinya dia melakukan hal yang kedua, yaitu bekerja keras tanpa mengenal arti kata menyerah.”
Mendengar penjelasan gurunya, Sang Murid berkata, “Guru, kalau murid boleh simpulkan, dalam mengejar cita-cita kita harus berpegang pada dua hal, yaitu: realistis dan pantang menyerah. Artinya kita harus berani mengoreksi atau meredefinisi cita-cita kita, seandainya dirasakan tidak realistis. Di sisi lain kita harus tetap gigih pantang menyerah berjuang sungguh-sungguh. Apakah benar demikian Guru?”
“Tepat muridku. Pikirkan baik-baik kelayakan sebuah cita-cita. Kemudian berjuanglah sekuat tenaga untuk mewujudkannya dengan cara yang benar, cara yang terpuji, cara yang terhormat. Yakinkan diri sendiri bahwa kamu bisa, kemudian berusaha dan bekerjalah sekuat tenaga untuk mewujudkannya. Dalam prosesnya, hal itu bisa dilakukan sendiri atau dengan bantuan dan dorongan orang lain.”
“Bagaimana dengan peranan doa, Guru?”, tanya Sang Murid.
“Inti dari doa sebenarnya ada dua. Yang pertama adalah komitmen diri tentang sesuatu, yang disampaikan atau diprasetiakan ke Hadirat Tuhan. Kedua doa sesungguhnya merupakan bentuk permohonan untuk memperoleh spirit, semangat atau bantuan spiritual dari Sang Maha Pencipta.” “Murid belum memahaminya Guru.’
“Doa adalah komitmen. Ketika kita berdoa, sesungguhnya kita sedang berjanji kepada Tuhan untuk bekerja keras mewujudkan apa yang kita sampaikan dalam doa. Bila kita berdoa agar anak kita menjadi pintar dan sukses, sesungguhnya kita sedang berjanji kepada Tuhan untuk bekerja keras mendidik anak kita, sekuat tenaga. Agar ia menjadi anak yang pintar dan sukses. Itu maksudnya. Bukan kita lantas berdiam saja, pasrah tanpa usaha dan meminta Tuhan untuk menurunkan keajaiban dan mukjizat-Nya agar anak kita menjadi pintar tanpa harus berusaha sama sekali.”
“Kedua, karena doa disampaikan kepada Sang Maha Pencipta atau Sang Maha Kuasa, pemegang otoritas tertinggi di jagat raya, maka secara spiritual kita juga memohon diberi spirit, semangat atau energi agar mampu berjuang keras mewujudkan apa yang kita inginkan.”
“Terima kasih, Guru. Terima kasih..
Please write a comment after you read this article. Thx..!!
0 comments:
Post a Comment