Font Re-Size
Episode 24. Bertanya Segala Sesuatu
Di dalam kunjungan Nabi ke berbagai bio/kuil selalu dengan cermat bertanya segala sesuatu tentang hal-hal yang berkaitan dengan bio itu.
Demikianlah pada waktu beliau masuk ke dalam Bio Besar (untuk menghormati Pangeran Ciu), segenap hal ditanyakan.
Ada orang berkata, “Siapa berkata anak Negeri Coo (Nabi lahir di Kota Coo-iep) itu mengerti Kesusilaan? Masuk ke dalam Bio Besar segala sesuatu ditanyakan.”
Mendengar itu, Nabi bersabda, “Justru demikian inilah Kesusilaan.” (Sabda Suci III: 15).
Hal itu mengingatkan kita akan pernyataan Cu Khong, murid Nabi, “Guru mendapatkan semua pengetahuan itu karena sikapnya yang ramah tamah, baik hati, hormat, sederhana dan suka mengalah.” (Sabda Suci I: 10).
“Hanya orang yang benar-benar dengan kepercayaan suka belajar, baharulah ia dapat memuliakan Jalan Suci hingga matinya.” (Sabda Suci VIII: 12).
=================
Episode 25. Bertemu Loocu
Ketika Nabi mengunjungi Perpustakaan Kerajaan Dinasti Ciu, Beliau bertemu dengan Loocu (Li Ji alias Tan) yang telah lanjut usia dan menjabat kepala di situ.
Nabi melakukan wawancara dengan Loocu yang beliau anggap mempunyai banyak pengetahuan, baik tentang kesusilaan, kebudayaan dan peradaban kuno maupun saat itu. Tetapi nampaknya Loocu mempunyai keragu-raguan terhadap faedahnya segala tatacara peradaban yang diwariskan di dalam Kitab-Kitab Suci purba dan tidak melihat kemungkinannya untuk dapat ditegakkan kembali melihat kekalutan jaman itu. Loocu hanya berkata, “Orang-orang yang Anda bicarakan itu sudah mati, tulang-tulangnya pun telah hancur menjadi debu, hanya kata-katanya yang tinggal. Bila seorang susilawan mendapatkan waktu yang tepat, ia akan menanjak tinggi; bila tidak mendapatkan waktu yang tepat, ia pergi sampai kakinya gemetar, Aku mendengar, seorang pedagang yang pandai, biarpun kaya menyimpan harta miliknya dalam-dalam di almari dan menampakkan diri sebagai orang miskin; dan seorang Susilawan biar sempurna pengetahuan, menampakkan diri sebagai orang bodoh. Jauhilah kesombongan, banyak keinginan, suka mencela dan kemauan yang menggebu-gebu itu. Itu tidak berfaedah. Demikianlah yang dapat kusampaikan.”
Tentang Loocu ini Nabi bersabda, “Aku tahu, burung dapat terbang; ikan dapat berenang dan hewan dapat lari. Tetapi yang lari dapat dijerat, yang berenang dapat dijaring dan yang terbang dapat ditembak. Hanya naga, katanya dapat naik angin menembus awan sampai ke langit. Hari ini Aku bertemu Loocu, ia dapat dibandingkan naga.”
=================
Episode 26. Bertemu Guru Musik Tiang Hong
Nabi yang berjiwa seni sangat tertambat oleh keindahan musik Dinasti Ciu. Beliau menemui Guru Musik Tiang Hong yang termashyur di sana.
Nabi belajar musik Raja Bu, lagu kepahlawanan yang sangat dipuji akan keindahan serta kemegahannya, namun tidak dikatakan sempurna.
Guru Musik Tiang Hong sangat terkesan terhadap kehalusan jiwa dan kepribadian Nabi, ia berkata, “Telah dalam-dalam kupelajari tentang pribadi Tiong Ni (Nabi Khongcu), ia sungguh seorang Nabi. Matanya bagai Sungai Kuning, dahinya bagai naga – inilah sifat-sifat yang yang dimiliki Raja suci Ui-tee. Lengannya panjang, punggungnya bagai kura-kura, dan bertinggi badan 9 kaki, – ini mirip Baginda Sing Thong.
Percakapannya selalu tentang raja suci – raja suci purba. Gerak dan lakunya selalu susila dan penuh kerendahan hati. Pengetahuannya sangat luas dan ingatannya kuat serta jelas. Bukankah di dalam dirinya kita lihat sifat-sifat seorang Nabi?”
Memang THIAN, Tuhan Yang Maha Esa, telah mengutusNya sebagai Nabi.” (Sabda Suci IX: 6).
=================
Episode 27. Kembali ke Negeri Lo
Sepulang Nabi dari negeri Ciu, namaNya makin termashyur. Dari segenap pelosok orang datang kepadaNya untuk menerima bimbingan. Dalam hal ini nampak kebesaran pribadiNya: – beliau menerima murid dari berbagai negeri dan berasal dari berbagai golongan, ada yang bangsawan, perwira, pedagang, petani dsbnya. Beliau berprinsip, “Ada pendidikan, tiada perbedaan.” Maka beliau disebut sebagai Bapak Pendidikan Bagi Seluruh Rakyat, Guru Teladan Berlaksa Jaman. (Sabda Suci XV: 39).
Nabi bersabda, “Belajar dan selalu dilatih, tidakkah itu menyenangkan? Kawan-kawan datang dari jauh, tidakkah itu membahagiakan? Sekalipun orang tidak mau tahu, tidak menyesali, bukankah ini sikap Susilawan?” (Sabda Suci I: 1).
Demikianlah murid Nabi bertambah-tambah; yaitu murid-murid dari angkatan tua, seperti Gan Kwi Lo ayah Gan Hwee (=murid yang paling maju); Cing Tiam ayah Cingcu (= murid yang paling terkenal laku baktinya).
=================
Episode 28. Cu Lo Diterima Sebagai Murid
Suatu hari datanglah seorang pemuda gagah perkasa, dengan sikap congkak menghadap Nabi, kepalanya dihiasi oleh bulu-bulu burung yang indah. Ketika ditanya tentang barang apa yang paling disukai, pemuda itu menjawab, “Pedangku yang panjang ini….”
Nabi bersabda, “Bila kepandaianmu itu disempurnakan dengan pelajaran dan pendidikan alangkah baiknya.”
“Bagaimana?” kata pemuda itu. “Dapatkah pelajaran dan pendidikan menyempurnakan daku? Di Gunung Selatan tumbuh rumpun bambu yang sudah lurus tanpa direntangkan terlebih dahulu. Bila kupotong bambu itu, dapat kugunakan sebagai anak panah dan dapat menembus kulit badak yang tebal itu.”
“Benar katamu,” sabda Nabi, “tetapi apakah tidak benar pula bila pada anak panah itu kauberi bulu pada pangkalnya dan paruh besi yang tajam pada ujungnya? Bukankah akan dapat lebih dalam menembus?”
Mendengar sabda itu, pemuda itu tunduk membongkok dua kali serta mohon diterima sebagai murid. Itulah Cu Lo atau Tiong Yu, seorang pemuda yang berpribadi menarik: – sederhana, kasar, tidak terlalu pandai, terus terang dan berani; tetapi ia seorang yang jujur, simpatik, Satya, adil dan berani mengakui dan memperbaiki kesalahan.
=================
Episode 29. Yu Coo Alat Mawas Diri
Suatu hari Nabi mengajak murid-murid mengunjungi bio untuk menghormati Lo Hwan Kong. Di dalam kuil itu Nabi melihat sebuah alat yang aneh. Alat itu berbentuk tabung bulat, diikat dan digantung dengan rantai pada tiang penggantungannya.
Nabi bertanya kepada penjaga kuil tentang alat itu, dan dijawab bahwa alat itu bernama Yu Coo. Nabi bersabda, “Aku mendengar, Yu Coo itu suatu alat yang miring bila kosong, tegak lurus bila diisi secukupnya, dan terbalik bila kepenuhan; maka para raja suci menempatkannya di samping takhta untuk menyempurnakan Imannya.”
Nabi lalu menyuruh murid mengambil air dan mengisi tabung alat itu; ternyata benar setelah diisi secukupnya lalu tegak lurus. Ketika terus diisi sampai penuh-penuh lalu terbalik dan semua airnya tumpah. Nabi bersabda, “Demikianlah, betapa dia tidak terbalik bila kepenuhan.”
Cu Lo maju bertanya, “Bagaimana agar tidak kepenuhan?”
Nabi bersabda, “Kalau engkau cerdas, pandai, cakap dan bijaksana; simpanlah dengan sikap seolah bodoh. Biar jasa memenuhi kolong langit, simpanlah dengan suka mengalah. Biar keberanianmu dapat menggetarkan dunia, simpanlah dengan sikap rendah hati. Dan biar kekayaan memenuhi empat lautan, simpanlah dengan kesederhanaan. Demikianlah Jalan Suci menghindari bencana itu.”
=================
Episode 30. Mengungsi ke Negeri Cee
Suasana Negeri Lo selalu tegang, para bangsawan terkemuka sangat besar kuasanya, Raja muda Ciau hanya melewatkan waktu dengan pesta pora dan berburu. Belanja negara terus membengkak, penderitaan rakyat menjadi-jadi. Keadaan itu berakhir dengan timbulnya pemberontakan.
Pecahnya pemberontakan itu bermula pada peristiwa adu ayam, Kwi Pingcu berselisih dengan Ho Ciau Pik, dan Raja muda Ciau terlibat dalam pertengkaran itu; ia berlawan dengan Kwi Pingcu, seorang dari tiga keluarga bangsawan besar di negeri Lo.
Kwi Pingcu menggunakan peristiwa itu untuk mencetuskan pemberontakan dan merebut kekuasaan; ia dibantu oleh Dua Keluarga Besar lainnya melawan Raja muda Lo.
Pertempuran berkobar dimana-mana, bala tentara Raja muda Ciau terus mengalami kekalahan-kekalahan; mereka mundur sampai ke daerah perbatasan. Raja muda Ciau yang sudah tidak berdaya itu akhirnya lari ke Negeri Cee dan mohon suaka di sana. Oleh Raja muda Negeri Cee ia diberi tempat di Kan Ho.
=================
Episode 31. Mendengar Tangis Wanita
Akibat perebutan kekuasaan di Negeri Lo itu, kekacauan merajalela. Keamanan sangat memprihatinkan. Karena itu, Nabi Khongcu meninggalkan Negeri Lo menuju ke Negeri Cee.
Di tengah perjalanan tatkala melewati kaki gunung Thai San, terdengar suara tangis wanita yang sangat memilukan hati. Nabi menyuruh Cu Khong mencari dan menemui wanita itu dan bertanya akan sebabnya ia menangis.
Wanita itu menangis di depan makam; ketika ditanya ia menerangkan bahwa mertuanya, suaminya dan kini anaknya telah mati diterkam harimau.
Dengan terkejut Cu Khong bertanya, “O, mengapa tidak meninggalkan tempat celaka ini?”
“Ya, di sini setidak-tidaknya tiada pemerintah yang kejam mengganas,” sahut wanita itu.
Dengan rasa amat masgul dan terharu, Cu Khong meninggalkan wanita itu; ia menuturkan segala yang didengarnya kepada Nabi.
Nabi dengan hati pedih bersabda, “Hai, siswa-siswaKu, ingatlah, pemerintah yang kejam itu lebih ditakuti daripada buasnya harimau.”
=================
Episode 32. Tiba di Ibukota Negeri Cee
Ketika memasuki pintu gerbang ibukota Negeri Cee, Nabi melihat seorang anak laki-laki membawa sebuah periuk tempat air minum berjalan di sisi kereta.
Kerling anak itu seolah-olah dapat menembusi barang pandangannya, dan jalannya lurus tertib menunjukkan kecerdasan akal budinya.
Melihat itu Nabi menyuruh murid yang menyaisi kereta mengikuti anak itu. Tengah berjalan, dari jauh sayup-sayup sampai terdengar suara musik yang mengalun merdu. Akhirnya mereka tiba di tempat asal paduan suara musik itu; anak itu langsung menuju ke sebuah rumah tempat lagu itu dimainkan. Itulah lagu Siau, sebuah lagu suci ciptaan
jaman Giau dan Sun.
Nabi beserta rombongan menghentikan perjalanan dan mendengarkan suara musik itu.
Setelah selesai dimainkan lagu itu, Nabi menemui Guru Musik dan saling bertukar fikiran. Beliau memutuskan akan mempelajarinya.
=================
Episode 33. Belajar Musik Siau
Dengan sangat tekun Nabi mempelajari Musik Siau; kian mempelajari kalbunya kian tertambat pada keindahan lagu itu.
Tiga bulan lamanya beliau mempelajarinya dan selama itu Nabi begitu tekun sehingga lupa akan rasa kelezatan daging.
Setelah berhasil sempurna menguasai lagu itu, beliau bersabda, “Tidak kusangka bahwa musik dapat sedemikian rupa berpengaruh terhadap jiwa manusia.” (Sabda Suci VII: 14).
Beliau juga menyatakan bahwa musik Siau inilah musik yang seindah-indahnya lagi sempurna.
“Orang sering berkata, ‘Kesusilaan. Kesusilaan’, tetapi apakah itu hanya berarti mempersoalkan sumbang-menyumbang batu giok, kain sutera saja? Orang sering berkata ‘Musik! Musik!’, apakah itu hanya berarti
mempersoalkan hal menabuh lonceng dan tambur saja?” (Sabda Suci XVII: 11).
Musik terbit dari hati manusia. Bilamana perasaan itu tersentuh, akan dinyatakan di dalam bentuk suara, dan bila suara itu telah menjadi bentuk yang tetap, kita mendapatkan musik. (Gak Ki).
Next Part Click HERE
Please write a comment after you read this article. Thx..!!
0 comments:
Post a Comment