Font Re-Size
Di negeri Qi 齐 (Cee dialek Hokkian) ada seorang laki-laki dan dua orang isterinya. (Di negeri Tiongkok jaman Meng zi adalah dianggap biasa seorang laki-laki menikahi lebih dari seorang isteri dan hidup dalam satu rumah yang sama).
Laki-laki itu tiap sore pulang dalam keadaan setengah mabuk, kepada isterinya ia membuat tentang makanan enak dan anggur pada pesta yang diselenggarakan teman-temannya yang penting kedudukannya. Suatu hari, salah seorang isterinya menjadi curiga dan menanyainya tentang kawan-kawan yang sering menjamu anggur dan makan itu.
“Mereka ialah orang-orang kaya dari kalangan atas. Tetapi sudah barang tentu orang seperti kamu takkan tahu akan mereka, bahkan kalau kukatakan namanya. Maka bersabarlah!”
Isteri itu tidak menekannya lebih lanjut, tetapi jawaban yang selalu diberikan itu menimbulkan kecurigaannya.
Isteri itu menjadi heran, “Kalau ia benar-benar mempunyai sangat banyak teman kaya dan penting, mengapa ia belum pernah mengundangnya? Mengapa tiada seorang teman pun yang membalas berkunjung?”
Terbakar oleh keinginantahuannya, isteri itu memutuskan bahwa salah seorang di antaranya akan mengikuti suaminya, ke mana sesungguhnya tiap kali mengatakan dirinya telah di undang oleh seorang yang kaya dan berkuasa untuk berpesta.
Keesokan harinya, sang suami seperti biasa meninggalkan rumah. Salah seorang isterinya secara rahasia mengikuti suaminya dari jauh. Ia mengikutinya lewat banyak jalan dan lorong yang tidak terhitung banyaknya yang langsung menuju kebagian lain kota itu. Tempat itu bukan sebuah kota besar, maka semestinya akan segera menjumpai wajah-wajah yang tak asing. Tetapi anehnya, tidak seorang pun dalam perjalanan itu ada orang yang berhenti dan menyapa suaminya. Alangkah mengherankan dan tidak wajar.
Menjelang tengah siang hari, mereka sampai ke sebuah kuburan dekat batas kota. Alangkah terkejutnya isteri itu melihat sang suami berjalan memasuki tempat pemakaman dan mendekati sebuah keluarga yang sedang bersembahyang di hadapan makam leluhurnya. Betapa gemetar isteri itu melihat suaminya meminta makanan dan anggur kepada orang-orang itu untuk mengisi perutnya. Setelah usai makan dan minum pemberian satu keluarga, ia kembali mendekati keluarga lain sampai perutnya kenyang.
Terpaku dengan rasa kejijikan dan kekecewaan, isteri itu pulang untuk menceriterakan kejadian mengejutkan itu. Kedua orang isteri itu menangis dengan sedihnya. Mereka meratapi dirinya yang telah menikah dengan orang yang sedemikian tidak punya rasa malu. Peristiwa itu dirasakan sebagai tamparan berat bagi mereka berdua.
Sementara itu, sang suami tidak sadar bahwa rahasianya telah terbongkar, ia pulang seperti biasa dan membual, “Hari ini adalah giliran si Ong yang menyelenggarakan pesta. Kamu tahu betapa mewah makanan yang disajikan …”
Rasa tahu malu yang datang dari dalam diri itu dapat mencegah kita dari prilaku yang bertentangan dengan dasar moral yang luhur. Lebih lanjut Meng zi menambahkan, bila kita ingin meraih suatu keberhasilan lewat cara yang meninggalkan rasa malu dan moral luhur, kita tidak hanya menghinakan diri sendiri, tetapi juga merampok rasa hormat dan harga diri sendiri. (lihat Meng zi IV B. 33).
sumber : disini
Please write a comment after you read this article. Thx..!!
0 comments:
Post a Comment