Font Re-Size
Dengan tanpa memperhatikan Kesusilaan dan Kebenaran mengejar kekayaan dan kemuliaan, itu pasti karena kurangnya Kesucian Hati dan merosotnya rasa Tahu Malu, perasaan harga diri. Ini adalah menodakan dan merusakkan kemuliaan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang menjadi Watak Sejati manusia. Maka Nabi bersabda, “Seorang Junzi (Susilawan) bila tidak menghargai diri, niscaya tidak berwibawa; belajarpun tidak teguh. Maka utamakanlah Satya dan Dapat Dipercaya. Janganlah berkawan dengan orang yang tidak memiliki semangat seperti dirimu. Bila bersalah jangan takut memperbaiki.” (Sabda Suci I: 8 )
Di dalam Ajaran Besar X: 14 tersurat, “Kami ingin mendapatkan seorang menteri yang jujur dan tidak bermuslihat. Yakni, yang sabar hati dan dapat menerima segala yang berfaedah; bila ada orang pandai, dia merasa itu sebagai kepandaiannya sendiri; lebih-lebih pula bila dia mendapati seorang yang berbudi sebagai nabi (suci), ia sangat menyukainya; ia tidak memuji dengan kata-kata saja tetapi dapat pula menerimanya. Dengan orang yang demikian, tidak hanya dapat melindungi anak cucu, bahkan rakyatpun mendapatkan berkah. Sebaliknya seorang yang iri akan kepandaian orang lain; membenci dan menghalangi orang yang berbudi luhur mendapat kedudukan; bukan saja tidak melindungi anak cucu, rakyatpun akan mengalami bencana.” (Ajaran Besar X: 14).
Mengzi berkata, “Orang tidak boleh tidak tahu malu. Malu bila tidak tahu malu, menjadikan orang tidak menanggung malu.” “Rasa tahu malu itu besar artinya bagi manusia. Kalau orang bangga dapat berbuat muslihat dan licin, itulah karena tidak menggunakan rasa tahu malunya. Yang tidak mempunyai rasa malu, tidak layak sebagai manusia, dalam hal apa ia layak sebagai manusia?” (Mengzi VII A: 6, 7) Demikianlah pentingnya orang memiliki kesucian hati dan rasa tahu malu itu.
Marilah kita ikuti ayat-ayat di bawah ini:
- “Kalau kekayaan itu merupakan syarat (mutlak) untuk mencapai cita-cita tertinggi, meskipun harus menjadi tukang membawa cambuk, aku mau menjalaninya; tetapi karena bukan merupakan syarat, lebih baik aku mengikuti kesukaanku.” (S.S. VII: 12)
- “Dengan makan nasi kasar, minum air tawar dan tangan dilipat sebagai bantal, orang masih dapat merasakan kebahagiaan di dalamnya. Maka harta dan kemuliaan yang tidak berlandaskan Kebenaran, bagiku laksana awan yang berlalu saja.” (Sabda Suci VII: 16)
- “Setelah tiba tengah musim dingin, barulah dapat kita ketahui bahwa pohon Song 松 dan Bo 柏 paling akhir gugurnya.” (Sabda Suci IX: 28)
- “Seorang siswa yang benar-benar hendak hidup di dalam Jalan Suci, tetapi masih malu berpakaian buruk dan makan tidak enak, sesungguhnya ia belum masuk hitungan.” (S.S. 9)
- “Seorang siswa yang hanya mendambakan kesenangan saja, belum cukup disebut seorang siswa.” (S.S. XIV: 2)
- “Seorang yang berpikiran rendah sukar dikatakan dapat mengabdi kepada pemimpin. Sebelum ia memperoleh kedudukan, ia selalu khawatir bagaimana memperolehnya. Setelah memperoleh kedudukan, ia selalu khawatir kalau-kalau hilang lagi. Orang yang selalu khawatir kehilangan kedudukan, niscaya tidak segan melakukan perbuatan apapun.” (Sabda Suci XVII: 15)
sumber : gentanusantara
Please write a comment after you read this article. Thx..!!
Tekan "Like" jika kamu menyukai artikel ini.
Tekan "Share" atau "Tweet" jika menurutmu artikel ini bermanfaat untuk teman2 kalian.
0 comments:
Post a Comment