Font Re-Size
oleh: Bratayana Ongkowijaya
Ada seekor kambing muda yang baru pertama kali mendengar suatu auman seekor singa, menanyakannya kepada induknya, “Suara apakah gerangan? Mengapa demikin kuat dan berwibawa sehingga dalam jarak sejauh ini masih menggetarkan serta membuat ciut nyaliku?” Sang induk menjawab singkat, “Itu adalah auman seekor singa-si raja hutan.”
Sejak saat itu Si kambing muda tidak bisa melepaskan pikirannya dari kejadian tadi, hal itu selalu mengganggu pikirannya; mengapa suaraku tidak seperti auman singa yang begitu gagah? mengapa aku hanya dapat mengembik? Aku harus bisa mengaum seperti singa itu, dengan begitu aku tentu akan gagah berwibawa dihormati layaknya si raja hutan.
Sejak itu kambing muda memutuskan untuk belajar mengaum bak seekor singa, tiap hari bahkan tiap saat kambing muda tersebut belajar cara mengaum seperti yang diinginkannya. Saking giat berlatih tanpa mengenal waktu dan lelah, tanpa disadari suara kambing muda itu habis/serak/parau. Tidak menyadari mengapa suaranya demikian, sebaliknya semakin mengebu-gebu berlatih, dia berpikir suara paraunya itu sudah mendekati suara auman singa si raja hutan hanya saja lebih lemah, kurang tenaga. Untuk itu kambing muda justru semakin semangat melakukan latihannya hingga pada akhirnya tidak bisa bersuara lagi. Yang lebih membuatnya shock, setelah berangsur-angsur pulih (kembali bisa bersuara lagi), yang keluar ialah tetap saja suara mengembik bukan auman singa seperti yang diharapkan.
Pelajaran apa yang bisa kita petik dari cerita di atas?
Nabi Kongcu bersabda;Pemimpin hendaklah dapat menempatkan diri sebagai pemimpin;Pembantu sebagai pembantu;Orangtua sebagai orang tua;Anak sebagai anak.(Lun Gi/Sabda Suci XII : 11)
Artinya, setiap insan memiliki kemampuan masing-masing. Tiap kedudukan atau fungsi seseorang juga punya spesifikasi, yang tidak layak dibandingkan dengan yang lain. Jika kita ialah anak terhadap orangtua wajib melakukan segala yang layaknya dilaksanakan seorang anak, yaitu laku baktinya, begitupun dalam sebuah keluarga, tanggung jawab seorang ayah dalam memberi kasih sayang, tidak layak dibandingkan dengan tanggung jawab anak-anaknya.
Seorang kuncu berbuat sesuai dengan kedudukannya;Ia tidak ingin berbuat keluar daripadanya.(Zhong Yong/Tengah Sempurna XIII : 1)
Maka, kalau seorang pembantu benar-benar melaksanakan tanggung jawabnya kepada atasan atau pemimpinya berlandaskan satya, selayaknya pula bagi sang pemimpin untuk juga penuh susila membimbing para pembantunya itu. Dengan demikian para pembantunya akan merasakan tenteram didalam kedudukannya, penuh loyalitas dalam keharmonisan membantu tugas-tugas yang jauh lebih berat dari sang pemimpin.
Seorang kuncu selalu damai tenteram menerima Firman,Sebaliknya seorang rendah budi melakukan perbuatan sesat untuk memuaskan nafasnya.(Zhong Yong/Tengah Sempurna XIII : 4)
Demikianlah, apapun fungsi yang ada pada diri kita, sedapat mungkin kita lakukan dengan penuh ketulusan, menjadi diri kita sendiri, berbuat yang terbaik untuk harmonis dengan lingkungan sekitar, bersama-sama saling mengisi demi tercapainya kebersamaan agung.
Sumber: DISINI
Please write a comment after you read this article. Thx..!!
Tekan "Like" jika kamu menyukai artikel ini.
Tekan "Share" atau "Tweet" jika menurutmu artikel ini bermanfaat untuk teman2 kalian.
1 comments:
makasih untuk share cerita yang bagus ini..
namun, saya punya sedikit pertanyaan yang menggelitik setelah membaca artikel ini. Saya paham bahwa kita harus mampu menempatkan diri kita sebaik mungkin, tapi apakah itu berarti kita tidak dapat menjadi seorang singa ketika kita hanyalah seekor kambing ?
bagaimana caranya supaya meski sebagai kambing, kita mampu menjadi seperti singa yang berwibawa ?
Thank You !!
Post a Comment